Tampilkan postingan dengan label organ sisa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label organ sisa. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 November 2010

10 Organ Sisa Evolusi pada Manusia


Mekanisme seleksi alam memainkan peranan penting dalam perkembangan manusia. Proses yang sangat rumit tersebut menghasilkan manusia modern seperti saat ini, namun menyisakan beberapa bentuk anatomis (organ) dan fungsi-fungsi yang, sebenarnya, tidak berguna pada manusia. Berikut merupakan sepuluh sisa perubahan pada manusia namun tidak memainkan peranan penting

10. Usus buntu (appendiks)http://i52.tinypic.com/eskj9g.jpg
Usus buntu merupakan organ yang tidak memiliki fungsi pada manusia namun justru sering menimbulkan masalah berupa peradangan (appendisitis) sehingga harus dibuang secara bedah. Walau fungsinya masih terus diselidiki, banyak ahli sepakat dengan teori Darwin yang menyatakan bahwa usus buntu berguna dalam pencernaan selulosa (suatu karbohidrat rantai panjang yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan) pada manusia purba. Seiring dengan berjalannya evolusi (dan perubahan pola makan manusia), usus buntu menjadi tidak berguna lagi. Uniknya, beberapa ahli percaya bahwa seleksi alam memilih untuk mempertahankan usus buntu yang berukuran besar (dibanding yang ada pada kita saat ini) karena lebih jarang mengalami peradangan. Usus buntu akan tetap ada bersama-sama dengan kita dalam jangka waktu panjang – dan menggantung begitu saja kendati tidak ada fungsinya

9. Tulang koksigeal (os.coccys)
http://i52.tinypic.com/es6flx.jpg
Tulang koksigeal sering disebut-sebut sebagai ekor manusia. Teori menyebutkan bahwa manusia berekor seiring evolusi mengalami kehilangan ekor, dan menyisakan tulang koksigeal. Beberapa fungsi tulang koksigeal yang diketahui saat ini adalah untuk menunjang beberapa otot bagian belakang dan menopang pada saat duduk dan memiringkan badan. Selain itu tulang koksigeal juga menopang posisi anus

8. Titik Darwin (plica semilunaris)
http://i54.tinypic.com/2yyrwv7.jpg
Titik Darwin ditemukan pada kebanyakan mamalia termasuk manusia. Fungsinya adalah untuk memfokuskan suara pada hewan, namun tidak demikian pada manusia. Hanya 10,4 % orang yang memiliki titik Darwin ini, dan diduga ada peran genetik dalam memunculkan titik Darwin. Titik tersebut (lihat gambar di atas) merupakan nodul kecil tebal yang berada di antara pertemuan daun telinga bagian atas dan bawah

7. Kelopak mata ketiga
http://i53.tinypic.com/2r3crvn.jpg
Jika kita mengamati seekor kucing mengedip, kita dapat melihat adanya sebuah membran tipis melintang di matanya – yang disebut sebagai kelopak mata ketiga. Hal ini jarang ditemukan pada mamalia, namun banyak terdapat pada burung, reptil dan ikan. Manusia juga, secara bervariasi, memiliki sisa-sisa dari kelopak mata ketiga (lihat gambar di atas) namun tidak memiliki fungsi. Hanya ada satu spesies primata yang memiliki kelopak mata ketiga yang fungsional, yaitu Calabar angwantibo yang hidup di Afrika Barat.

6. Gigi geraham tambahan (molar 3)
http://i56.tinypic.com/6rkgus.jpg
Dahulu manusia purba mengonsumsi tumbuh-tumbuhan dalam jumlah besar dan dengan cepat untuk memenuhi kebutuhannya dalam sehari. Untuk itu maka terdapat set gigi geraham tambahan (terletak paling belakang) sehingga membuat proses mengunyah menjadi lebih produktif. Namun seiring dengan evolusi (dan perubahan pola makan manusia) maka rahang manusia menjadi lebih kecil dan gigi geraham tambahan tersebut menjadi tidak berguna. Pada populasi tertentu, gigi geraham tambahan ini sudah tidak ditemukan lagi (meskipun ada juga yang masih memilikinya).

5. Otot plantaris (m.plantaris)
http://i51.tinypic.com/n6dpbo.jpg
Otot plantaris awalnya digunakan oleh hewan untuk menggenggam dan memanipulasi objek dengan kaki – seperti seekor kera yang menggunakan kakinya untuk mengupas buah dll. Manusia juga memiliki otot ini namun tidak berkembang dengan maksimal, sehingga dokter sering menggunakan otot ini untuk menambal pada proses bedah rekonstruksi. Otot ini tidak begitu penting sehingga 9% manusia dilahirkan tanpa otot ini lagi.

4. Otot telinga (m.auricularis)
http://i56.tinypic.com/3142t0z.jpg
Disebut juga sebagai otot telinga luar, otot auricularis sering digunakan oleh hewan untuk memutar dan menggerakkan telinganya (tanpa menggerakkan kepalanya) dengan tujuan memfokuskan terhadap suara tertentu. Manusia juga masih memiliki otot ini namun kita tidak pernah menggunakannya seperti hewan – otot ini begitu lemah sehingga kita hanya mampu membuat gerakan lemah pada telinga walau dengan susah payah. Kita bisa melihat penggunaan otot ini pada kucing, di mana mereka sering kali membalikkan telinganya untuk fokus terhadap mangsa yang diincarnya.

3. DNA “sampah” (L-gulonolactone oxidase) junk DNA
http://i54.tinypic.com/nqut82.jpg
DNA ini merupakan DNA yang tidak bisa digunakan untuk metabolisme/produksi. Pada awalnya manusia memiliki DNA ini untuk menghasilkan enzim yang memproses vitamin C (disebut: L-gulonolactone oxidase). Kebanyakan hewan lain juga memiliki DNA ini, namun – sama seperti manusia – DNA ini menjadi nonfungsional sehingga menjadi DNA “sampah”. Yang menarik, adanya DNA ini menjadi petunjuk adanya kekerabatan spesies di muka bumi ini.

2. Organ Jacobson (vomeronasal)
http://i53.tinypic.com/awyqeb.jpg
Organ ini terletak di hidung dan berfungsi dalam mendeteksi feromon (zat kimia yang merangsang panggilan seksual, sebagai peringatan bahaya, atau sebagai penunjuk adanya makanan). Organ ini masih terdapat pada hewan (seperti semut) dan digunakan untuk berbagai hal, misalnya untuk mencari pasangan atau mengumpulkan makanan. Manusia juga pada awalnya memiliki organ Jacobson, namun seiring berjalannya waktu organ ini menjadi nonfungsional sehingga manusia tidak dapat menemukan pasangan hanya dengan mengandalkan organ ini.

1. Bulu kuduk (cutis anserina)
http://i56.tinypic.com/xqdxc9.jpg
Manusia akan merinding dan berdiri bulu kuduknya ketika sedang kedinginan, ketakutan, marah atau terpesona. Hewan juga memiliki bulu kuduk untuk hal yang sama, misalnya seekor kucing atau anjing yang menegakkan bulu kuduknya apabila sedang berhadapan dengan musuh. Dalam cuaca dingin, bulu kuduk yang berdiri akan memerangkap udara di antara kulit sehingga memberi sensasi kehangatan. Jika sedang ketakutan, bulu kuduk yang berdiri akan membuat hewan terlihat lebih besar sehingga menakuti musuhnya. Manusia tidak lagi memiliki fungsi bulu kuduk seperti dahulu – apalagi setelah penemuan pakaian, berkurangnya kompetisi secara fisik dll. Proses seleksi alam secara perlahan menghilangkan bulu kuduk, namun masih menyisakan sedikit seperti yang dapat kita rasakan jika sedang ketakutan.

sumber: kaskus.us

Baca juga:
DARWINISME TERBANTAHKAN

DARWINISME TERBANTAHKAN

Bagaimana Teori Evolusi Runtuh Di Hadapan Ilmu Pengetahuan Modern
KEKEBALAN, "ORGAN VESTIGIAL," DAN EMBRIOLOGI

Dalam ruas-ruas sebelumnya, kita telah mempelajari sejumlah ketidakserasian dan kesukaran yang dihadapi teori evolusi di bidang paleontologi dan biologi molekuler sesuai dengan penemuan-penemuan dan bukti ilmiah. Dalam bab ini, kita akan mempertimbangkan beberapa fakta biologis yang disajikan sebagai petunjuk bagi teori di dalam buku-buku evolusionis. Bertentangan dengan kepercayaan yang tersebar luas, fakta-fakta ini menunjukkan bahwa sebenarnya tiada penemuan ilmiah yang mendukung teori evolusi.

Ketahanan Bakteri terhadap Antibiotika
Salah satu konsep biologi yang coba disajikan evolusionis sebagai petunjuk bagi teori mereka adalah ketahanan bakteri terhadap antibiotika. Banyak pustaka evolusionis menyebutkan ketahanan antibiotika sebagai "sebuah contoh perkembangan makhluk hidup lewat mutasi bermanfaat." Pernyataan serupa juga diutarakan bagi serangga yang membangun kekebalan terhadap insektisida seperti DDT.
Akan tetapi, evolusionis juga keliru dalam hal ini.
Antibiotika adalah "molekul-molekul pembunuh" yang dihasilkan oleh mikroorganisme untuk melawan mikroorganisme lain. Antibiotika pertama adalah penisilin, yang ditemukan oleh Alexander Fleming di tahun 1928. Fleming menyadari bahwa jamur menghasilkan sejenis molekul yang membunuh bakteri Staphylococcus, dan penemuan ini menandai sebuah titik balik dalam dunia kedokteran. Antibiotika yang diambil dari mikroorganisme dipakai membunuh bakteri dan ternyata berhasil.
Segera setelah itu, sesuatu yang baru ditemukan. Bakteri membina kekebalan terhadap antibiotika seiring dengan waktu. Mekanismenya bekerja seperti ini: sejumlah besar bakteri yang diberi antibiotika mati, namun sebagian lain yang tidak terpengaruh oleh antibiotika itu, menggandakan diri dengan cepat dan segera membentuk keseluruhan populasi. Maka dari itu, seluruh populasi menjadi kebal antibiotika.
Para evolusionis mencoba menyajikan hal ini sebagai "evolusi bakteri lewat penyesuaian dengan keadaan."
Akan tetapi, kejadian sebenarnya sangat berbeda dengan tafsiran dangkal ini. Salah seorang ilmuwan yang telah melakukan penelitian paling rinci tentang masalah ini adalah ahli biofisika Israel Lee Spetner, yang juga terkenal dengan bukunya Not by Chance (Bukan Kebetulan) yang diterbitkan pada tahun 1997. Spetner menyebutkan bahwa kekebalan pada bakteri muncul melalui dua mekanisme berbeda, namun keduanya tidak menyusun petunjuk bagi teori evolusi. Kedua mekanisme ini adalah:
1) Pemindahan gen-gen tahan yang sudah tersedia pada bakteri.
2) Pembangunan ketahanan sebagai hasil kehilangan data genetis karena mutasi.
Profesor Spetner menjelaskan mekanisme pertama dalam sebuah artikel terbitan 2001:
Sebagian mikroorganisme telah dianugerahi dengan gen-gen yang memberikan ketahanan terhadap antibiotika ini. Ketahanan ini bisa berbentuk menguraikan atau menghalau molekul antibiotika dari sel … Organisme yang memiliki gen-gen ini dapat menularkannya ke bakteri lain supaya membuatnya tahan juga. Meskipun mekanisme ketahanan ini khusus terhadap antibiotika tertentu, sebagian besar bakteri patogen (penyebab penyakit) telah… berhasil mengumpulkan beberapa himpunan gen yang menjamin ketahanan terhadap berbagai antibiotika. 306
Spetner kemudian melanjutkan bahwa ini bukanlah "petunjuk bagi evolusi":
Perolehan ketahanan terhadap antibiotika dengan cara ini… bukan jenis yang dapat dijadikan sebagai model awal bagi mutasi yang diperlukan untuk menjelaskan evolusi… Perubahan-perubahan genetis yang dapat menggambarkan teori seharusnya tak hanya menambah informasi ke dalam genom bakteri, namun juga menambah informasi baru kepada dunia kehidupan. Penyalinan gen ke sesama [jenis] hanya menyebarkan gen yang sudah ada pada beberapa spesies. 307
Jadi, kita tak dapat membicarakan evolusi apa pun di sini, sebab tiada data genetis baru yang dihasilkan: informasi genetis yang telah ada sekadar ditularkan antarbakteri.
Jenis kekebalan kedua, yang muncul sebagai akibat mutasi, bukanlah sebuah contoh evolusi juga. Spetner menulis:
… Suatu mikroorganisme kadang bisa memperoleh ketahanan terhadap antibiotika melalui penggantian acak satu nukleotida… Streptomycin, yang ditemukan oleh Selman Walksman dan Albert Schartz serta kali pertama dilaporkan pada tahun 1944, adalah antibiotika yang terhadapnya bakteri bisa memperoleh ketahanan dengan cara ini. Tetapi, meskipun bermanfaat bagi mikroorganisme untuk menghadapi streptomycin, mutasi yang dialami bakteri dalam proses ini tak bisa dijadikan sebagai model awal mutasi yang dibutuhkan oleh NDT [Neo-Darwinian Theory – Teori Darwinian Baru]. Jenis mutasi yang menjamin ketahanan terhadap streptomycin terwujud di ribosom dan menurunkan kecocokan molekulernya dengan molekul antibiotika. 308

Bakteri cepat kebal terhadap antibiotika dengan saling memindahkan gen-gennya yang tahan. Gambar di atas menunjukkan suatu koloni bakteri E. coli.
Di dalam bukunya Not by Chance, Spetner menyerupakan keadaan ini dengan gangguan hubungan kunci-gembok. Streptomycin, seperti sebuah kunci yang benar-benar pas dengan sebuah gembok, mencengkeram ribosom suatu bakteri dan menghentikan kerjanya. Di sisi lain, mutasi menguraikan ribosom sehingga mencegah streptomycin berikatan ke ribosom. Meskipun ditafsirkan sebagai "bakteri mengembangkan kekebalan terhadap streptomycin," hal ini tak bermanfaat bagi bakteri, justru merugikannya. Spetner menulis:
Perubahan di permukaan ribosom mikroorganisme ini mencegah molekul streptomycin berikatan dan menjalankan fungsi antibiotiknya. Ternyata, kerusakan ini merupakan suatu kehilangan kekhususan dan, akibatnya, kehilangan informasi. Pokok utamanya adalah bahwa Evolusi… tak bisa dicapai dengan mutasi jenis ini, betapa pun banyaknya. Evolusi tak bisa dibangun dengan menghimpun mutasi-mutasi yang hanya mengurangi kekhususan. 309
Sebagai kesimpulan, suatu mutasi yang berpengaruh pada ribosom bakteri membuat bakteri itu tahan terhadap streptomycin. Alasan bagi hal ini adalah "penguraian" ribosom oleh mutasi. Yakni, tidak ada informasi genetis baru ditambahkan ke bakteri. Sebaliknya, struktur ribosom teruraikan, dengan kata lain, bakteri menjadi "cacat." (Juga, telah ditemukan bahwa ribosom bakteri hasil mutasi kurang berfungsi daripada ribosom bakteri biasa.) Karena "cacat" ini mencegah antibiotika mengikat ribosom, "ketahanan antibiotika" berkembang.
Akhirnya, tiada contoh mutasi yang "mengembangkan informasi genetis." Evolusionis, yang ingin menyajikan ketahanan antibiotika sebagai petunjuk bagi evolusi, memperlakukan masalah ini secara sangat dangkal dan justru keliru.
Hal yang sama juga berlaku bagi kekebalan yang dikembangkan serangga terhadap DDT dan insektisida sejenis. Pada sebagian besar, gen-gen kekebalan yang telah ada digunakan. Ahli biologi evolusi Francisco Ayala mengakui fakta ini dengan mengatakan, "Ragam-ragam genetis yang diperlukan bagi ketahanan terhadap jenis-jenis pestisida yang paling beraneka tampaknya ada di setiap populasi yang terpapar senyawa-senyawa buatan manusia ini." 310 Beberapa contoh lain yang dijelaskan dengan mutasi, sama seperti mutasi ribosom tersebut di atas, adalah gejala yang menyebabkan "kerugian informasi genetis" pada serangga.
Dalam hal ini, tidak bisa dinyatakan bahwa mekanisme kekebalan pada bakteri dan serangga membentuk petunjuk bagi teori evolusi. Itu karena teori evolusi didasarkan pada anggapan bahwa makhluk-makhluk hidup berkembang melalui mutasi. Akan tetapi, Spetner menjelaskan bahwa baik kekebalan terhadap antibiotika maupun gejala-gejala biologis lain mengisyaratkan contoh mutasi yang demikian:
Mutasi-mutasi yang diperlukan bagi evolusi makro belum pernah teramati. Tidak ada mutasi acak yang bisa mewakili mutasi-mutasi yang diperlukan oleh Teori Neo-Darwinian dan telah diteliti di tingkat molekuler menambahkan informasi apa pun. Pertanyaan yang saya singgung adalah: apakah mutasi-mutasi yang telah teramati merupakan jenis yang dibutuhkan untuk mendukung teori evolusi? Jawabannya ternyata BUKAN! 311

Dongeng Organ Vestigial
Untuk waktu yang lama, konsep "organ vestigial" sering muncul dalam kepustakaan evolusionis sebagai "petunjuk" bagi evolusi. Pada akhirnya, konsep ini secara diam-diam dikubur ketika terbukti tidak sahih. Namun, sebagian evolusionis masih memercayainya, dan dari waktu ke waktu seseorang akan mencoba mengajukan "organ vestigial" sebagai petunjuk penting evolusi.
Gagasan "organ vestigial" kali pertama dikemukakan sekitar seabad yang lalu. Sebagaimana dikatakan para evolusionis, di dalam tubuh sebagian makhluk hidup, terdapat sejumlah organ yang tak berfungsi. Organ-organ ini telah diwarisi dari para moyang dan secara bertahap menjadi vestigial (kehilangan manfaat) karena jarang dipakai.
Keseluruhan anggapan ini tak ilmiah, dan sepenuhnya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang tak memadai. Organ-organ "tak berguna" ini pada dasarnya organ-organ yang "fungsi-fungsinya belum diketahui." Pertanda terbaik akan hal ini adalah pengurangan bertahap namun tajam daftar panjang organ vestigial menurut evolusionis. SR Scadding, seorang evolusionis, menyetujui fakta ini dalam artikelnya "Can vestigial organs constitute evidence for evolution?" (Dapatkah organ-organ vestigial membentuk petunjuk bagi evolusi?) yang diterbitkan di dalam majalah Evolutionary Theory:
Karena mustahil mengenali secara pasti struktur-struktur tak berguna, dan karena bangun pendapat yang diajukan tidak sahih secara ilmiah, saya menyimpulkan bahwa ‘organ-organ vestigial’ tidak menyediakan petunjuk khusus bagi teori evolusi. 312

Penelitian ilmiah tentang dongeng organ sisa (vestigial): "Vestigial Organs" Are Fully Functional (Organ-organ Sisa Berfungsi Penuh)
Daftar organ vestigial yang telah dibuat oleh ahli anatomi Jerman R. Wiedersheim di tahun 1895 mencakup sekitar 100 organ, termasuk usus buntu dan tulang ekor. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ditemukan bahwa semua organ di dalam daftar Wiedersheim sesungguhnya memiliki fungsi-fungsi amat penting. Misalnya, ditemukan bahwa usus buntu, yang dikira "organ vestigial," ternyatanya organ limfoid (penghasil zat antikuman) yang melawan infeksi-infeksi di dalam tubuh. Fakta ini menjadi jelas pada tahun 1997:
Organ-organ dan jaringan-jaringan penyusun tubuh lainnya—gondok, hati, limpa, usus buntu, sumsum tulang, dan sekumpulan kecil jaringan limfatik seperti amandel di tenggorokan dan tonjolan Peyer pada usus halus—juga bagian dari sistem limfatik. Mereka juga membantu tubuh melawan infeksi. 313
Juga telah ditemukan bahwa amandel, yang masuk ke dalam daftar organ vestigial tersebut, berperan penting melindungi tenggorokan dari infeksi, khususnya hingga masa remaja. Telah ditemukan bahwa tulang ekor di ujung bawah tulang belakang menyokong tulang-tulang di sekitar panggul dan menjadi titik temu beberapa otot kecil, dan karena itu, tanpa tulang ekor kita tak bisa duduk nyaman.
Pada tahun-tahun selanjutnya, diketahui bahwa kelenjar gondok merangsang sistem kekebalan di dalam tubuh manusia dengan menghidupkan sel-sel T, bahwa kelenjar pineal berwewenang atas pelepasan sejumlah hormon penting seperti melatonin yang menghambat pelepasan hormon reproduksi, bahwa kelenjar tiroid berdaya guna dalam menjaga pertumbuhan yang tetap pada bayi dan anak-anak serta metabolisme dan kegiatan tubuh, dan bahwa kelenjar pituitari mengendalikan pertumbuhan tulang dan bekerjanya dengan benar kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, dan kelenjar reproduksi. Semua ini sekali waktu dianggap "organ-organ vestigial." Akhirnya, lipatan sabit di mata, yang dirujuk sebagai sebuah organ vestigial oleh Darwin, telah ditemukan sebenarnya berwewenang membersihkan dan melumasi bola mata.

Umbai cacing (atas), yang dikatakan para evolusionis sebagai organ sisa, saat ini diketahui berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Tulang ekor di ujung bawah tulang punggung juga bukan suatu organ sisa, melainkan tempat menempelnya organ-organ panggul sehingga tak akan jatuh.
Terdapat kekeliruan pemikiran yang amat penting dalam pernyataan evolusionis tentang organ vestigial. Sebagaimana telah kita lihat, pernyataan ini adalah bahwa organ-organ vestigial pada makhluk hidup diturunkan dari moyang-moyangnya. Akan tetapi, sebagian organ yang disangka "vestigial" tidak ditemukan pada spesies yang disangka moyang-moyang manusia! Misalnya, usus buntu tidak ada pada beberapa spesies kera yang dikatakan sebagai moyang-moyang manusia. Ahli biologi ternama H. Enoch, yang menentang teori organ vestigial, mengutarakan kekeliruan pemikiran ini sebagai berikut:
Kera memiliki usus buntu, sementara kerabat-kerabat jauhnya, kera tingkat rendah, tidak; namun, usus buntu muncul pada mamalia yang lebih rendah lagi seperti oposum (sejenis tikus). Bagaimanakah evolusionis bisa menjelaskan hal ini? 314
Di samping semua ini, pernyataan bahwa suatu organ yang tidak dipakai menurun manfaatnya dan menghilang seiring waktu mengandung ketakselarasan nalar. Darwin sadar akan ketakselarasan ini, dan membuat pengakuan berikut di dalam buku The Origin of Species:
Akan tetapi, masih ada kesulitan ini. Setelah suatu organ berhenti dipakai, dan sebagai akibatnya menjadi amat diperkecil, bagaimanakah bisa masih terus dikurangi ukurannya hingga sisa ala kadarnya yang tinggal, dan bagaimanakah bisa sepenuhnya dilenyapkan? Hampir mustahil bahwa ketidak-terpakaian masih bisa menghasilkan pengaruh lebih lanjut setelah organ ini sekali waktu dibuat tak berfungsi. Beberapa penjelasan tambahan diperlukan di sini yang tidak mampu saya berikan. 315
Ringkasnya, skenario organ vestigial yang dikemukakan oleh para evolusionis mengandung sejumlah cacat pemikiran yang parah, dan bagaimana pun telah terbukti tidak benar secara ilmiah. Tidak ada organ vestigial yang diwariskan di dalam tubuh manusia.

Pukulan Lain Lagi bagi "Organ-Organ Vestigial": Kaki Kuda
Pukulan terbaru bagi dongeng organ vestigial datang dari sebuah penelitian baru-baru ini tentang kaki kuda. Dalam sebuah artikel majalah Nature terbitan 20-27 Desember 2001 yang berjudul "Biomechanics: Damper for bad vibrations" (Biomekanika: Peredam bagi Getaran Jahat), tercatat bahwa "Sebagian serat otot pada kaki kuda terlihat seperti sisa-sisa evolusi yang tanpa fungsi. Namun, ternyata serat-serat ini berfungsi meredam getaran merusak yang dihasilkan di kaki saat kuda berlari". Artikel itu berbunyi sebagai berikut:
Kuda dan unta memiliki otot-otot pada kaki dengan urat otot (tendon) yang lebih dari 600 milimeter panjangnya dan terikat ke serat-serat otot yang kurang dari 6 milimeter panjangnya. Otot-otot pendek sepeti ini dapat memanjang hanya beberapa milimeter selagi hewan bergerak, dan tampak tak mungkin banyak dipakai oleh mamalia besar. Urat-urat otot berfungsi sebagai pegas pasif, dan sebelumnya serat-serat otot ini dianggap kesia-siaan, sisa dari serat-serat yang lebih panjang dan telah kehilangan fungsinya selama evolusi. Tetapi Wilson dan para sejawatnya mendebat… bahwa serat-serat ini mungkin melindungi tulang-tulang dan urat-urat otot dari getaran-getaran yang berpeluang merusak…
Percobaan-percobaan mereka menunjukkan bahwa serat-serat otot yang pendek ini dapat meredam getaran-getaran merusak akibat benturan kaki ke tanah. Ketika kaki seekor hewan yang berlari menumbuk tanah, tumbukan itu membuat kaki bergetar; frekuensi getaran ini lumayan tinggi—misalnya, 30-40 Hz pada kuda—demikian banyak daur getaran akan terjadi ketika kaki di atas tanah jika tidak ada peredaman.
Getaran-getaran ini bisa menyebabkan kerusakan karena tulang dan urat otot rentan terhadap gangguan kelelahan. Kelelahan pada tulang dan urat otot adalah timbunan dari kerusakan yang dihasilkan penerapan terus-menerus peregangan otot. Kelelahan tulang berperan pada retak tulang karena tekanan yang diderita para atlet maupun kuda balap, dan kelelahan urat otot mungkin menerangkan setidaknyanya sebagian kasus radang urat otot (tendonitis). Wilson dan kawan-kawan berpendapat bahwa dengan meredam getaran, serat-serat otot yang sangat pendek ini melindungi baik tulang maupun urat otot dari kerusakan akibat kelelahan … 316
Singkatnya, pengamatan yang lebih dekat pada anatomi kuda mengungkapkan bahwa struktur-struktur yang danggap tak berfungsi oleh para evolusionis memiliki fungsi-fungsi yang sangat penting.
Dengan kata lain, kemajuan ilmiah menunjukkan bahwa yang dianggap petunjuk bagi evolusi sebenarnya petunjuk bagi rancangan. Para evolusionis seharusnya menangkap isyarat dari fakta ini jika saja mereka mau. Pengulas majalah Nature tampaknya beralasan untuk berkata:
Wilson dan kawan-kawan telah menemukan sebuah peran penting bagi otot yang tampak seperti peninggalan sebuah struktur yang telah kehilangan fungsi selama evolusi. Karya mereka membuat kita bertanya apakah organ-organ sisa lainnya (seperti usus buntu manusia) sama tak bergunanya sebagaimana kelihatannya. 317
Ini tidaklah mengherankan. Semakin kita pelajari alam, semakin kita lihat petunjuk bagi penciptaan. Sebagaimana dikatakan Michael Behe, "kesimpulan rancangan datang bukan dari yang tidak kita ketahui, namun dari yang telah kita pelajari selama 50 tahun terakhir." 318 Dan Darwinisme ternyatalah sebuah pandangan yang datang dari kebodohan, atau, dengan kata lain, "ateisme kesenjangan."

Kekeliruan Pemikiran tentang Rekapitulasi
Yang disebut dengan "teori rekapitulasi" telah lama dihapus dari kepustakaan ilmiah, namun masih disajikan sebagai sebuah kenyataan ilmiah oleh sebagian media evolusionis. Istilah "rekapitulasi" (rangkuman) adalah pemadatan istilah "ontogeni merangkum filogeni" yang diajukan oleh ahli biologi evolusi Ernst Haeckel pada akhir abad ke-19.
Teori Haeckel ini menganggap bahwa embrio hidup mengalami ulangan proses evolusi seperti yang dialami moyang-palsunya. Haeckel berteori bahwa selama perkembangan di dalam rahim ibunya, embrio manusia kali pertama memperlihatkan sifat-sifat seekor ikan, lalu reptil, dan akhirnya manusia.
Sejak itu telah dibuktikan bahwa teori ini sepenuhnya omong kosong. Kini telah diketahui bahwa "insang-insang" yang disangka muncul pada tahap-tahap awal embrio manusia ternyata adalah taraf-taraf awal saluran telinga dalam, kelenjar paratiroid, dan kelenjar gondok. Bagian embrio yang diserupakan dengan "kantung kuning telur" ternyata kantung yang menghasilkan darah bagi si janin. Bagian yang dikenali sebagai "ekor" oleh Haeckel dan para pengikutnya sebenarnya tulang belakang, yang mirip ekor hanya karena tumbuh mendahului kaki.
Inilah fakta-fakta yang diterima luas di dunia lmiah, dan bahkan telah diterima oleh para evolusionis sendiri. Dua pemimpin neo-Darwinis, George Gaylord Simpson dan W. Beck telah mengakui:
Haeckel keliru menyatakan azas evolusi yang terlibat. Kini telah benar-benar diyakini bahwa ontogeni tidak mengulangi filogeni. 319

Dengan gambar-gambar embrio palsunya, Ernst Haeckel telah menipu dunia ilmiah selama seabad.

Berikut ini tertulis di dalam sebuah artikel New Scientist tertanggal 16 Oktober 1999:
[Haeckel] menyebutnya hukum biogenetis, dan gagasan ini menjadi dikenal luas sebagai rekapitulasi. Nyatanya, hukum Haeckel yang keras itu segera diperlihatkan sebagai keliru. Misalnya, embrio awal manusia tak pernah memiliki insang-insang yang berfungsi seperti ikan, dan tak pernah melalui tahap-tahap yang terlihat seperti seekor reptil dewasa atau kera.320
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada American Scientist, kita membaca:
Tentunya hukum biogenetis benar-benar mati. Hukum ini akhirnya dibersihkan dari buku-buku acuan biologi pada tahun [19]50-an. Sebagai sebuah pokok penyelidikan teoretis yang sungguh-sungguh, hukum ini punah di tahun [19]20-an…321
Segi menarik lain dari "rekapitulasi" adalah Ernst Haeckel sendiri, seorang pemalsu yang mereka-reka gambar-gambar demi mendukung teori yang diajukannya. Pemalsuan Haeckel bermaksud menunjukkan bahwa embrio-embrio ikan dan manusia mirip satu sama lain. Ketika tertangkap basah, satu-satunya pembelaan yang diberikan Haeckel adalah bahwa para evolusionis lain telah melakukan kejahatan serupa:
Sesudah pengakuan "pemalsuan" ini, saya wajib menganggap diri saya terkutuk dan sirna jika saja tidak merasa lega saat melihat di kiri-kanan saya di dalam ruang tahanan ratusan teman–para bajingan, di antara mereka banyak peneliti paling terpercaya dan ahli biologi paling terhormat. Sebagian terbesar gambar di dalam buku-buku acuan, makalah-makalah, dan majalah-majalah biologi terbaik akan menuai tuduhan ‘pemalsuan’ dengan derajat yang sama, sebab semuanya tidak pasti, serta lebih kurang diubah-ubah, diatur-atur, dan direka-reka. 322

Gambar-gambar palsu Haeckel.
Pada terbitan 5 September 1997 majalah ilmiah Science, sebuah artikel diterbitkan yang mengungkapkan bahwa gambar-gambar embrio Haeckel adalah karya penipuan. Artikel berjudul "Haeckel’s Embryos: Fraud Rediscovered" (Embrio-embrio Haeckel: Mengungkap Ulang Sebuah Penipuan) ini mengatakan:
Kesan yang dipancarkan [gambar-gambar Haeckel] itu, bahwa embrio-embrio persis serupa, adalah keliru, kata Michael Richardson, seorang ahli embriologi pada St. George’s Hospital Medical School di London… Maka, ia dan para sejawatnya melakukan penelitian perbandingan, memeriksa kembali dan memfoto embrio-embrio yang secara kasar sepadan spesies dan umurnya dengan yang dilukis Haeckel. Sim salabim dan perhatikan! Embrio-embrio "sering dengan mengejutkan tampak berbeda," lapor Richardson dalam Anatomy and Embryology terbitan Agustus [1997]. 323

Pada terbitan 5 September 1997, majalah terkemuka Science menyajikan sebuah artikel yang menyingkapkan bahwa gambar-gambar embrio milik Haeckel telah dipalsukan. Artikel ini menggambarkan bagaimana embrio-embrio sebenarnya sangat berbeda satu sama lain...

Penelitian di tahun-tahun terakhir telah menunjukkan bahwa embrio-embrio dari spesies yang berbeda tidak saling mirip, seperti yang ditunjukkan Haeckel. Perbedaan besar di antara embrio-embrio mamalia, reptil, dan kelelawar di atas adalah contoh nyata hal ini.

Science menjelaskan bahwa, demi menunjukkan bahwa embrio-embrio memiliki kemiripan, Haeckel sengaja menghilangkan beberapa organ dari gambar-gambarnya atau menambahkan organ-organ khayalan. Belakangan, di dalam artikel yang sama, informasi berikut ini diungkapkan:
Bukan hanya menambahkan atau mengurangi ciri-ciri, lapor Richardson dan para sejawatnya, namun Haeckel juga mengubah-ubah ukuran untuk membesar-besarkan kemiripan di antara spesies-spesies, bahkan ketika ada perbedaan 10 kali dalam ukuran. Haeckel mengaburkan perbedaan lebih jauh dengan lalai menamai spesies dalam banyak kesempatan, seakan satu wakil sudah cermat bagi keseluruhan kelompok hewan. Dalam kenyataannya, Richardson dan para sejawatnya mencatat, bahkan embrio-embrio hewan yang berkerabat dekat seperti ikan cukup beragam dalam penampakan dan urutan perkembangannya. "Itu (gambar-gambar Haeckel) agaknya menjadi salah satu pemalsuan paling tersohor dalam biologi," Richardson menyimpulkan. 324
Artikel Science membahas bagaimana pengakuan-pengakuan Haeckel atas masalah ini ditutup-tutupi sejak awal abad ke-20, dan bagaimana gambar-gambar palsu ini mulai disajikan sebagai fakta ilmiah di dalam buku-buku acuan:
Pengakuan Haeckel lenyap setelah gambar-gambarnya kemudian digunakan dalam sebuah buku tahun 1901 berjudul Darwin and After Darwin (Darwin dan Sesudahnya) dan dicetak ulang secara luas di dalam buku-buku acuan biologi berbahasa Inggris. 325
Singkatnya, fakta bahwa gambar-gambar Haeckel dipalsukan telah muncul di tahun 1901, tetapi seluruh dunia ilmu pengetahuan terus diperdaya olehnya selama satu abad.
 
   
    
306 Dr. Lee Spetner, "Lee Spetner/Edward Max Dialogue: Continuing an exchange with Dr. Edward E. Max," 2001, http://www.trueorigin.org/spetner2.asp
307 Dr. Lee Spetner, "Lee Spetner/Edward Max Dialogue: Continuing an exchange with Dr. Edward E. Max," 2001, http://www.trueorigin.org/spetner2.asp
308 Dr. Lee Spetner, "Lee Spetner/Edward Max Dialogue: Continuing an exchange with Dr. Edward E. Max," 2001, http://www.trueorigin.org/spetner2.asp
309 Dr. Lee Spetner, "Lee Spetner/Edward Max Dialogue: Continuing an exchange with Dr. Edward E. Max," 2001, http://www.trueorigin.org/spetner2.asp
310 Francisco J. Ayala, "The Mechanisms of Evolution," Scientific American, Vol. 239, September 1978, h. 64.
311 Dr. Lee Spetner, "Lee Spetner/Edward Max Dialogue: Continuing an exchange with Dr. Edward E. Max," 2001, http://www.trueorigin.org/spetner2.asp
312 S. R. Scadding, "Do 'Vestigial Organs' Provide Evidence for Evolution?," Evolutionary Theory, vol. 5, Mei 1981, h. 173.
313 The Merck Manual of Medical Information, Home edition, Merck & Co., Inc. The Merck Publishing Group, Rahway, New Jersey, 1997.
314 H. Enoch, Creation and Evolution, New York, 1966, h. 18-19.
315 Charles Darwin, Origin of Species, http://www.zoo.uib.no/classics/darwin/origin.chap14.html.
316 R. Mcneill Alexander, "Biomechanics: Damper For Bad Vibrations," Nature, 20-27 Desember 2001.
317 R. Mcneill Alexander, "Biomechanics: Damper For Bad Vibrations," Nature, 20-27 Desember 2001.
318 Behe's Seminar in Princeton, 1997
319 G. G. Simpson, W. Beck, An Introduction to Biology, Harcourt Brace and World, New York, 1965, h. 241.
320 Ken McNamara, "Embryos and Evolution," New Scientist, vol. 12416, 16 Oktober 1999. (tanda penegasan ditambahkan)
321 Keith S. Thomson, "Ontogeny and Phylogeny Recapitulated," American Scientist, vol. 76, Mei/June 1988, h. 273.
322 Francis Hitching, The Neck of the Giraffe: Where Darwin Went Wrong, Ticknor and Fields, New York, 1982, h. 204.
323 Elizabeth Pennisi, "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered," Science, 5 September, 1997. (tanda penegasan ditambahkan)
324 Elizabeth Pennisi, "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered," Science, 5 September, 1997. (tanda penegasan ditambahkan)
325 Elizabeth Pennisi, "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered," Science, 5 September, 1997. (tanda penegasan ditambahkan)

sumber: harun yahya.com

Baca juga:


Sabtu, 13 November 2010

Misteri si 'Organ Sisa' Usus Buntu

img

Durham, Selama ratusan tahun fungsi usus buntu masih menjadi misteri dan ahli kedokteran belum bisa mengetahui fungsi dari organ usus buntu (appendix). Bahkan beberapa ilmuwan menyebutnya sebagai Organ Sisa Evolusi pada Manusia.

Usus buntu adalah kantong tipis seukuran 2 sampai 4 inci (5-10 cm) yang terletak di dekat persimpangan usus besar dan kecil. Namun, fungsi sebenarnya masih menjadi perdebatan di kalangan kedokteran.

Terlepas dari ada atau tidaknya fungsi usus buntu, organ ini diketahui tidak menyebabkan dampak apa-apa bila dihilangkan atau diangkat dari tubuh manusia. Tapi anehnya, usus buntu justru dapat merugikan kesehatan bila mengalami peradangan.

Bila makanan yang dicerna dan diantarkan dari usus kecil ke dalam usus besar melewati usus buntu, maka kontraksi otot dinding usus buntu akan memaksanya keluar. Namun, bila ada penyumbatan saat pembukaan usus buntu yang melekat pada usus besar, maka akan menyebabkan radang usus buntu atau dikenal dengan appendiksitis.

Appendiksitis dapat menyebabkan nyeri akut, demam, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan, tetapi mudah disembuhkan dengan melakukan operasi pengangkatan usus buntu.

Lantas, mengapa harus ada usus buntu di dalam tubuh manusia?


Penelitian di Duke University Medical Center pada tahun 2007 ternyata membuka tabir misteri fungsi 'organ sisa' usus buntu.

Setelah sekian lama dianggap limbah dan tak berguna, usus buntu sekarang memiliki alasan untuk tetap ada di tubuh manusia, yaitu sebagai 'rumah aman' untuk bakteri menguntungkan yang hidup di usus manusia.

Serangkaian pengamatan dan percobaan telah dilakukan peneliti dari Duke University Medical Center. Peneliti membuat postulat bahwa bakteri baik dalam usus buntu dapat membantu pencernaan mengatasi serangan diare.

"Sejumlah bukti menguatkan peran usus buntu sebagai tempat di mana bakteri baik dapat hidup aman dan tidak terganggu sampai mereka dibutuhkan oleh tubuh," ungkap William Parker, Ph.D., asisten profesor operasi eksperimental di Duke University Medical Center, Durham, dilansir Sciencedaily, Jumat (12/11/2010).

Usus berisi berbagai mikroba yang membantu sistem pencernaan memecah makanan yang orang makan. Sebagai imbalannya, usus menyediakan makanan dan keamanan untuk bakteri.

Parker percaya bahwa sel-sel kekebalan tubuh yang ditemukan di usus buntu ada untuk melindungi tubuh dan bukan untuk membahayakannya. Inilah mengapa usus buntu disebutnya sebagai 'rumah aman' bagi bakteri baik.

Selama sepuluh tahun terakhir, Parker telah mempelajari interaksi bakteri dalam perut. Dan dalam proses tersebut ditemukan adanya biofilm, yaitu lapisan tipis dan halus tempat penggabungan mikroba, lendir dan molekul sistem kekebalan yang hidup bersama di bagian atas lapisan usus.

"Studi kami menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh untuk melindungi dan mempertahankan koloni mikroba yang hidup di biofilm. Dengan melindungi mikroba baik ini, maka mikroba berbahaya tidak memiliki tempat," jelas Parker

Menurut Parker, fungsi baru dari usus buntu dapat diharapkan apabila terjadi suatu kondisi yang mengancam sistem pencernaan, seperti diare karena sanitasi yang buruk.

(mer/ir)
sumber:  -detikHealth
penulis: Merry Wahyuningsih

Baca Juga :
10 Organ Sisa Evolusi pada Manusia  
DARWINISME TERBANTAHKAN