Tampilkan postingan dengan label tbc. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tbc. Tampilkan semua postingan

Rabu, 02 Desember 2015

Stroke dan Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi


Stroke dan Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi berdasarkan hasil analisis awal  survei kematian berskala nasiona oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan. Survei mewakili seluruh nusantara meliputi 41.590 kematian sepanjang 2014.

Kepala Balitbangkes Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, sesuai pedoman Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada seluruh kematian tersebut dilakukan autopsi verbal secara real time oleh dokter dan petugas terlatih.

Dari penelitian Sample Registration Survey (SRS) didapatkan 10 penyebab kematian tertinggi atau terbanyak di Indonesia. Kesepuluh penyebab kematian itu, di antaranya penyakit stroke (cerebrovaskular), penyakit jantung iskemik, diabetes melitus dengan komplikasi, TBC pernapasan, hipertensi dengan komplikasi, pernapasan kronik atau saluran napas bawah, hati (lever), kecelakaan transportasi, pneumonia, dan diare, serta penyakit gastroentritis (kembung) akibat infeksi.

"Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan peringkat penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit degeneratif sebagai penyebab kematian di Indonesia," kata Tjandra memaparkan.

Pada 1990-an, stroke merupakan penyebab kematian keempat. Sementara, pada 2014, penyakit ini menjadi penyebab kematian pertama di Indonesia. Kemudian, pada 1990-an, penyakit jantung dan pembuluh darah tidak masuk dalam 10 besar penyebab kematian di Indonesia. Namun, pada 2000-an, menjadi penyebab kematian kelima, dan pada 2014 menjadi penyebab kematian kedua terbanyak.

Begitu pula penyakit diabetes melitus yang pada 1990-an tidak masuk dalam 10 besar penyebab kematian. Namun, pada 2000-an, menjadi penyebab kematian keenam, dan 14 tahun kemudian (2014), menjadi penyebab kematian ketiga di Indonesia. Sementara, penyakit paru kronik pada 2014 menjadi penyebab kematian keenam.

Pada 2007, pola penyebab kematian semua umur berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, di antaranya, stroke, tuberkulosis, hipertensi, cedera, perinatal, diabetes melitus, tumor ganas, penyakit hati, jantung iskemik, dan penyakit saluran napas bawah.

Sementara itu, Tjandra melanjutkan, WHO memperkirakan 10 penyebab kematian dunia pada 2015, di antaranya, penyakit jantung iskemik, stroke, infeksi saluran napas bawah, PPOK, diare, HIV/AIDS, kanker paru, bronkus dan trakea, diabetes melitus, kecelakaan lalu lintas, dan penyakit jantung hipertensif

Rabu, 20 April 2011

10 Fakta Tuberkulosis

Lebih dari dua miliar orang, atau sepertiga dari seluruh penghuni dunia, terserang "Mycobacterium tuberculosis", bakteri yang mengakibatkan penyakit tuberkulosis (TB).

Tuberkulosis adalah penyebab utama ketujuh kematian di dunia. Penyakit itu menewaskan 1,8 juta orang di seluruh dunia pada 2009, naik dari 1,77 juta pada 2007.

Tuberkulosis adalah satu dari tiga penyakit utama yang berkaitan erat dengan kemiskinan, yang dua lagi adalah AIDS dan malaria, demikian laporan kantor berita Inggris, Reuters.

Berikut adalah 10 fakta penting mengenai tuberkulosis:
  1. Tuberkulosis menyebar dengan mudah melalui udara. Ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka mengeluarkan bakteri tersebut. Sedikit saja bakteri itu sudah cukup untuk menimbulkan penularan. Satu orang di dunia menjadi orang yang baru terinfektisi TB setiap detik
  2. Hampir semua penularan TB tersembunyi, pembawanya tak memperlihatkan gejala dan mereka tidak terinfeksi. Namun, satu dari 10 orang akan terserang TB sepanjang hidupnya terutama karena melemahnya sistem kekebalan tubuh.
  3. Dari 1,8 juta kematian pada 2008, atau 4.930 kematian per hari, setengah juta adalah pasien AIDS. TB kebanyakan menyerang orang dewasa muda yang berada pada masa paling produktif mereka. Mayoritas besar kematian akibat TB terjadi di dunia berkembang. Lebih dari separuhnya terjadi di Asia.
  4. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 9,4 juta orang terserang TB aktif pada 2008, naik dari 9,27 juta pada 2007 dan 9,24 juta orang pada 2006. Di antara ke-15 negara yang memiliki angka tertinggi penularan TB pada 2007, 13 berada di Afrika, sementara separuh dari semua kasus baru berada di enam negara Asia -- Bangladesh, China, India, Indonesia, Pakistan dan Filipina.
  5. TB adalah penyebab kematian tertinggi ketujuh di negara miskin.
  6. Rata-rata pasien TB kehilangan tiga sampai empat bulan masa kerja dan sebanyak 30 persen penghasilan rumah tangga tahunan. Bank Dunia memperkirakan penyakit tersebut menghilangkan empat hingga tujuh persen penghasilan domestik kotor di sebagian negara yang paling parah terserang.
  7. TB yang tahan obat disebabkan oleh pengobatan yang setengah-setengah dan tidak berkelanjutan seringkali terjadi karena pasien menghentikan pengobatan sebab mereka mulai merasa lebih baik.
  8. Bentuk TB yang paling berbahaya ialah TB yang tahan banyak obat (MDR-TB), yaitu TB yang tahan setidaknya terhadap isoniazid dan rifampicin, dua obat anti-TB yang paling kuat.
  9. Angka MDR-TB tinggi di beberapa negara, terutama di India, China dan bekas Uni Sovyet, dan mengancam upaya pengendalian TB. MDR-TB pada hakekatnya ada di semua negara yang disurvei oleh WHO.
  10. TB yang tahan obat secara luas, atau XDR-TB, adalah jenis TB yang relatif jarang. Antara 35 persen dan 50 persen pasien TB jenis itu meninggal.
sumber: kompas health

Tuberkulosis pada Anak Sulit Dikenali

Tuberkulosis pada anak berbeda dengan orang dewasa. Penegakan diagnosis penyakit tersebut pada anak jauh lebih sulit lantaran gejala klinis sulit dikenali atau mirip dengan gejala penyakit lain. Demikian terungkap dalam talkshow bertema Cegah TB Kebal Obat yang diselenggarakan RSUP Persahabatan, Selasa (20/4/2010).. Penyakit Tuberkulosis (TB) ialah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Dokter Spesialis Anak Tjatur Kuat Sagoro, mengatakan, gejala tuberculosis (TB) pada anak tidak khas sifatnya. "Gejala batuk-batuk, demam naik turun tidak terlalu tinggi, berkeringat di malam hari, berat badan turun, kelainan di paru pada foto thoraks, dan pembengkakan kelenjar yang merupakan gejala tuberkulosis pada orang dewasa, belum tentu berarti tuberkulosis pada anak," ujar Tjatur. Terlebih lagi, terdapat chesty child atau anak yang mudah mengalami gejala saluran pernafasan atau respiratorik yang biasanya ditandai dengan batuk-batuk dan napas berbunyi. "Jika tidak memahami tuberkulosis pada anak, begitu ada tanda-tanda tersebut, biasanya langsung dikatakan tuberkulosis. Padahal, belum tentu," ujarnya.

Alat utama untuk menegakan diagnosis tuberkulosis pada anak ialah dengan uji tuberkulin atau lebih dikenal dengan tes mantouk, yakni dengan menyuntikkan protein kuman Mycobacterium tuberculosis pada lengan bawah anak guna memastikan anak terinfeksi tuberkulosis atau tidak. Kemudian dilihat reaksi pembengkakan di kulit.

Menurut Tjatur, TB pada anak tidak menular, sehingga anak jangan diasingkan. Kuman TB pada anak berkembang di dalam kelenjar paru atau tidak terbuka. Berbeda dengan kuman pada orang dewasa yang berkembang di da lam paru-paru. Kuman lalu membuat lubang untuk keluar melalui saluran nafas sehingga dapat tersebar ke luar.

sumber: kompas health

Perang Lawan Tuberkulosis

Indonesia menempati urutan kelima dalam daftar negara dengan jumlah pasien tuberkulosis tertinggi di dunia. Sebelumnya Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China, kemudian urutan kelima karena jumlah kasus TB di Afrika Selatan dan Nigeria meningkat melebihi Indonesia.

Dari sisi jumlah, terjadi penurunan kasus baru tuberkulosis (TB). Kalau tahun 2007 total kasus tuberkulosis berjumlah 528.000 kasus, tahun 2008 berjumlah 429.730 kasus. Meski demikian, di Indonesia tuberkulosis masih menempati urutan kedua (7,5 persen) pola penyebab kematian semua umur (Riskesdas 2007) setelah stroke.

Penyakit sistem pernapasan menjadi urutan pertama dalam pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit pada tahun 2008. Angkanya mencapai 469.067 dengan rasio perawatan 1,86.

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain, seperti kelenjar, tulang, sistem saraf, sistem pencernaan, sistem reproduksi, dan lainnya.

Penyakit ini menyebar melalui percikan dahak yang beterbangan di udara. Berdasarkan perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), tuberkulosis menyumbang 6,3 persen dari total penyakit berbahaya di Indonesia dibandingkan dengan 3,2 persen di wilayah Asia Selatan.

Tuberkulosis sebagian besar menyerang usia produktif antara 15 dan 45 tahun sehingga selain meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas, penyakit ini juga menurunkan produktivitas masyarakat. Peningkatan kasus infeksi HIV/AIDS juga berkorelasi dengan peningkatan kasus tuberkulosis ini. Data menunjukkan, 3 persen dari kasus baru tuberkulosis terjadi pada pasien dengan HIV positif. Padahal, beberapa daerah memiliki insiden HIV tinggi, seperti di Papua, Kalimantan Barat, Bali, Sumatera Utara, dan Jakarta.

Gambaran tuberkulosis pada HIV kadang-kadang tidak khas, terutama bila HIV-nya sudah lanjut, sehingga mungkin tidak terdiagnosis dan berdampak pada keterlambatan pengobatan. Selain itu, pemberian obat anti-TB bersamaan dengan pemberian obat antivirus (ARV) untuk menangani HIV-nya bisa meningkatkan efek samping. Itu sebabnya mengapa kematian pasien HIV lebih cepat karena infeksi tuberkulosis.

Tantangan pemberantasan

Tahun 1992 upaya pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (directly observed treatment short-course/DOTS) pertama kali dilakukan di Sulawesi. Menurut WHO, upaya ini telah menunjukkan keberhasilan dan telah diperluas dengan cakupan 98 persen pada tahun 2005 dan hampir 100 persen pada tahun 2007.

Namun, selain munculnya HIV/AIDS yang berkorelasi erat dengan tuberkulosis, tantangan lain pemberantasan penyakit ini adalah juga masalah resistensi obat atau

TB-multidrug resistance (TB-MDR), yaitu kuman tuberkulosis kebal atau resisten terhadap obat isoniazid (INH) dan rifampisin.

Rifampisin dan INH adalah dua obat TB yang sangat penting dan menjadi tulang punggung dalam pengobatan TB. Keduanya bersifat bakterisida yang artinya dapat membunuh kuman. Obat yang lain bersifat bakterostatik, yang fungsinya hanya menghambat pertumbuhan kuman.

Walau TB-MDR masih relatif rendah, jumlah kasus TB-MDR di Indonesia cukup mengkhawatirkan karena jumlah pasien TB cukup besar. WHO memperkirakan, ada 6.427 kasus TB-MDR dengan hasil dahak positif atau 2 persen dari kasus tahun 2007.

Dari kasus TB dengan pengobatan ulang (re-treatment), ada 20 persen kasus dengan TB-MDR. Meski sektor swasta juga melayani TB, sampai saat ini angka penjaringan dan keberhasilan tidak tercakup dalam sistem survei Program Penanggulangan TB. Kegagalan pengobatan termasuk terputusnya pengobatan dan penyalahgunaan obat anti-TB (OAT) di RS menjadi masalah dalam TB-MDR.

Insiden resistensi obat meningkat sejak diperkenalkannya pengobatan TB pertama tahun 1943. TB-MDR muncul seiring dengan mulai digunakannya rifampisin secara luas tahun 1970-an. WHO Stop TB Department memperkirakan insiden (termasuk kasus baru dan pengobatan ulang) yang terjadi di dunia pada tahun 2003 ada 458.000.

Kasus TB-MDR terjadi karena perbuatan manusia, yaitu tenaga kesehatan yang memberikan obat tanpa penyuluhan dan pengembangan motivasi yang cukup kepada pasien sehingga pasien tidak berobat secara teratur atau tidak menyelesaikan pengobatan (putus berobat). Di sisi lain, masih ada petugas kesehatan yang tidak memberikan obat dengan tepat, baik dalam jumlah, jenis, maupun dosis.

Kenyataan di lapangan juga menunjukkan, obat ternyata tidak diberikan sesuai kriteria. Padahal, obat untuk pasien kasus baru tidak sama dengan obat untuk pasien putus berobat. Obat kasus kambuh tidak sama dengan kasus gagal pengobatan.

Adapun kesalahan pasien adalah tidak makan obat sesuai petunjuk. Yang umum terjadi adalah mereka mengurangi jumlah obat atau dosis karena ada efek samping atau menghentikan pengobatan sebelum waktunya karena merasa sudah sembuh.

Dalam upaya pemberantasan ini, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menerapkan ISTC (International Standard Tuberculosis Care). ISTC adalah program dari WHO bersama ATS (American Thoracic Society) dan organisasi dunia lain yang bergerak di bidang tuberkulosis. ISTC membantu menegakkan diagnosis TB lebih tepat dan lebih akurat sehingga pengobatan juga lebih pas.

Sumber: Faisal Yunus, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, kompas cetak

TBC Paru, Penyebab, Gejala dan Penanggulangannya

TBC Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Ditularkan melalui percikan liur pada saat berbicara dengan penderita TBC.

Gejala-gejala utama TBC adalah Batuk yang bertambah menjelang dini hari, Demam sedang, Sering berkeringat banyak pada dini hari. Pada kerusakan paru berat timbul sesak nafas dan batuk darah.

Tanda-tanda klinis utama yang bisa dilihat adalah Pembesaran kelenjar limfe di leher dibawah telinga. Pada pemeriksaan paru ditemukan tanda-tanda lendir/cairan dalam paru, sering dibagian atas paru, kadang-kadang nafas sesak dan mengeluarkan suara seperti peluit.

Pada pemeriksaan mikroskopis dahak ditemukan BTA +. Pemeriksan Radiologi memperlihatkan tanda-tanda lendir di bagian atas paru, corakan vaskuler meningkat disekitar bronchus dan kadang-kadang ditemukan rongga pada alveolus paru

Konsep Terapi Medis:

Untuk Membasmi Bakteri Mycobacterium tuberculosis diberikan obat anti TB ( OAT ) yaitu: Rifampisin, INH, Ethambutol, Pirazinamid. Cairan dalam paru dikeluarkan dengan Obat-obatan dan Operasi/ katerisasi paru. Gejala batuk, demam, sesak nafas dan pendarahan diatasi dengan pemberian obat-obatan.

KONSEP TERAPI HERBAL

Pengalaman klinis terhadap penderita TBC yang mengalami batuk darah pada Praktek dr.Fadli, menunjukkan suatu kombinasi Obat Anti Tuberculosis( rifampisin, INH, ethambutol, pirazinamid ) dengan ekstrak tripang ( Gold-G Sea Cucumber Jelly ) sangat cepat mengatasi batuk darah dan menurunkan demam.

Gold-G Sea Cucumber Jelly mempunyai kemampuan meregenerasi sel-sel paru yang rusak, memperbaiki fungsi kapiler sehingga mempercepat mengatasi perdarahan. Selain itu Gold-G Sea Cucumber Jelly (Tripang ) juga dapat menurunkan demam.

TESTIMONI

Seorang penderita TBC disertai batuh darah masif, bernama M.Yusuf, pria, umur 53 tahun. Sudah pernah berobat pada dokter spesialis paru. Obat yang direkomendasi; Rifamfisin, INH, Ethambutol , Pirazinamid, Kalnex, Bromhexin, vit B6. Tapi batuk darah tidak berhenti.
Sejak 21 Mai 2007 berobat di Praktek dr.Fadli. Obat yang diberikan; OAT (Rifampisin 450mg, INH 300 mg, Pirazinamid 500 mg) dosis tunggal 1x sehari dan Gold-G Sea Cucumber Jelly ( Ekstrak Tripang ) dengan dosis 3 x 1 sendok makan. Hasilnya dalam 1 hari pengobatan, batuk darahnya sudah berhenti. Namun demikian untuk membasmi bakteri Mycobacterium tuberculosis OAT harus diteruskan sesuai standard WHO.

Rabu, 01 Desember 2010

Penyakit Epilepsi & TBC Saya Tidak Kambuh Lagi & Sembuh

N a m a : Sarmaramahida Manurung
U m u r : 25 Tahun
K o t a : Tebing Tinggi
Keluhan : Epilepsi, TBC
Produk : Gold- G Sea Cucumber

Hasil dan Manfaat Yang Dirasakan:
Saya mempunyai penyakit ayan (Epilepsi). Sebelum saya mengkonsumsi Gold- G Sea Cucumber epilepsi saya sering kambuh, 1 hari bisa sampai 4 kali. Memang saya tidak menyadarinya ketika kambuh, tetapi saya diberitahu oleh keponakan saya kalau penyakit saya ini kambuh. Saya sungguh-sungguh tidak sadar kalau penyakit saya kambuh.

Saya dan keluarga sudah coba berobat ke dokter saraf dan ke dokter lainnya, tetapi belum ada hasilnya. Saya sangat kecewa sekali, padahal saya sangat bersemangat untuk sembuh. Beberapa hari kemudian seseorang datang pada saya, yaitu petugas Puskesmas dan saya diberi Gold- G Sea Cucumber lalu saya minum 2 kali sehari.

Tepatnya bulan Januari, saya mulai munum Gold- G Sea Cucumber sampai bulan Juni tahun 2005, penyakit epilepsi saya tidak pernah kambuh lagi dan penyakit TBC saya sudah sembuh berkat Gold- G Sea Cucumber